Senin, 27 Agustus 2018

DEMOKRASI ,PEMILU DAN PENEGAKAN HUKUM

  


DEMOKRASI, PEMILU DAN PENEGAKAN HUKUM


Demokrasi Modern menurut definisi aslinya adalah bentuk pemerintahan yang di dalamnya banyak keputusan pemerintah atau di belakang kebijakan yang menimbulkan keputusan itu lahir dari suara terbanyak yakni dari mayoritas di pemerintahan atau di belakang kebijakan yang menimbulkan keputusan itu lahir dari suara terbanyak, yakni dari mayoritas di pemerintahan (consent of a majority of adult governed). 
Namun batasan konseptual yang mudah difahami tentang “demokrasi” adalah, suatu proses dari system penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan suatu negara yang dijalankan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Sedang batasan operasional dari “demokrasi” adalah, bagaimana indikator demokrasi berjalan sebagaimana mestinya. Dan itu dapat diketahui dengan mengukur dan mempertanyakan indikator demokrasi tersebut, seperti :
1. Tingkat sehat tidaknya penyelenggaraan Pemilu ; 
2. Tentang sehat tidaknya bangsa ini atau tokoh-tokoh politik dalam bermusyawarah   (negosiasi); 
3. Tentang sehat tidaknya partisipasi rakyat dalam mempengaruhi kebijakan publik suatu Pemerintahan ; 
4. Tentang sehat tidaknya hak-hak wakil rakyat dipergunakan dalam mengkontrol jalannya pemerintahan, seperti : hak angket, hak budget, hak interplasi, hak amandemen dan hak-hak lainnya.
Untuk mengukur suatu negara demokratis atau tidak, harus diukur dari batasan atau definisi operasi tentang demokrasi, bukan dari definisi konsep dari demokrasi itu. 
Sudah menjadi fakta sejarah demokrasi di Indonesia yang ada selama ini serasa jauh dari ruh atau tondi dari demokrasi itu sendiri. Hal ini dapat diketahui dari :
1. Partisipasi rakyat dapat dibeli dengan uang ; 
2. Pemilu dari masa kemasa penuh dengan kecurangan ; 
3. Pamer kekuatan massa menjadi kebanggaan dari banyak partai-partai politik untuk melakukan tekanan-tekanan ; 
4. Saat bangsa ini atau tokoh-tokokh politik berbeda pendapat di dalam bermusyawarah atau bernegosiasi maka perbedaan tersebut menjadi bibit permusuhan ; 
5. hak-hak DPR sebagai mekanisme kontrol terhadap Pemerintah tidak berjalan sebagaimana mestinya ; 
6. Cita-cita jadi anggota Legislatif tidak diragukan apakah didasarkan pada Nasionalisme yang bertujuan akan memperjuangkan cita-cita bangsa ini sebagaimana terdapat di dalam alinea ke IV Pembukaan UUD 1945 ;
Cita-cita bangsa dan Nasionalisme inilah yang harus diperjuangkan dan ditegakkan oleh para sang Caleg jika ia nantinya terpilih menjadi anggota Legislatif di Parlemen. Sedangkan seperti kita ketahui kebanyakan dari anak bangsa ini ingin jadi anggota legislatif hanya sekedar mencari prestige atau gengsi sosial, sehingga kebanyakan dari mereka setelah kekuatan dan modal dikerahkan oleh sang Caleg untuk menjadi anggota legislatif dan jika ada diantara mereka yang gagal akibat psikologisnya tentu tidak sedikit pula yang menderita stres bahkan sakit jiwa.
Mengingat fakta banyak para Caleg yang terganggu kejiwaannya saat tidak terpilih menjadi anggota legislatif, tentu tidak berlebihan kalau iman dan taqwa para calon pemimpin bangsa ini dipertanyakan atau mungkin cara berpikir mereka ini memang sebelumnya sudah pada sakit, karena kebanyakan mereka tidak faham betul bagaimana seharusnya kita hidup berbangsa dan bernegara yang baik dan sesesuai dengan ideologi Pancasila, atau mungkin juga mereka tidak faham betul bahwa ikut dalam partai politik sesungguhnya mereka itu membawa misi ideologi yang harus diperjuangkan untuk membuat bangsa ini sejahtera, aman dan bermartabat, bukan hanya sekedar memperjuangkan bagaimana mendapatkan kursi sebagai anggota legislatif atau berapa banyak jumlah kursi yang bisa didapat oleh partai pengusungnya di Parlemen. 
Bahkan mungkin juga kita tidak lagi memiliki ikatan batin sebagai sebuah bangsa yang besar atau juga kita sudah kehilangan jejak bagaimana menghormati sejarah luhur perjuangan bangsa ini dari yang tadinya terhina akibat penjajahan menjadi bangsa yang merdeka yang semua itu telah dibayar dengan darah, nyawa dan air mata para Pahlawan bangsa ini.
Kita sekarang memang tidak lagi dijajah oleh bangsa asing, namun tidak dapat dipungkiri kita saat ini kita "dijajah" oleh bangsa sendiri yang lebih mengakomodir kepentingan bangsa asing ketimbang kepentingan rakyat, mereka (penguasa) lebih melayani bangsa asing sebagai penanam modal dan telah menjadi pemilik mayoritas perusahaan besar di Indonesia, dimana perusahaan asing tersebutlah yang sekarang ini banyak menguasai hajat hidup rakyat banyak di Indonesia ini, dan itu terjadi dimulai sejak jaman Orde Baru dulu.
Salah satu kelemahan anak bangsa ini, kita begitu mudah dipecah-belah oleh kepentingan bangsa asing yang mana mereka sangat tahu bahwa sejati bangsa kita telah terkotak-kotak dalam ikatan primordialisme dalam bentuk prilaku SARA, (SUKU, RAS, AGAMA dan ANTAR GOLONGAN) yang dampaknya jauh lebih kejam dari penjajahan bangsa asing itu sendiri. Untuk menyelamatkan semua ini kita harus bangkit dan mengenal sejarah dan cita-cita bangsa ini serta menjalankan demokrasi Pancasila yang mengedepankan Iman dan Taqwa, Kemanusiaan dan Nasionalisme dalam budaya prilaku kita terutama saat berdemokrasi khususnya dalam Pemilihan Umum dan Pemilukada untuk mendapatkan kekuasaan yang sah demi mewujudkan cita-cita bangsa ini ke depan.
Namun dalam proses itu semua baik itu di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun saat hukum dibutuhkan sebagai panglima yang menegakkan segala bentuk pelanggaran PEMILU / PEMILUKADA, haruslah dilakukan melalui Penegakan Hukum yang baik dan akuntabel, dimana untuk keperluan ini jauh hari sebelumnya harus telah tersedianya Sumber Daya Manusia / Para Penegak Hukum yang baik (good Law Enforcement) yang lurus, kredibel yang bekerja tanpa diskriminasi untuk kepentingan tertentu, ditambah lagi adanya dukungan dari seluruh rakyat bangsa Indonesia yang memiliki kesadaran dan kepatuhan hukum terutama dalam setiap pesta demokrasi.
Fakta yang ada adalah, bangsa ini miskin pendidikan, miskin kesadaran tentang perlu ada partisipasi politik, karena dalam banyak fakta ternyata partisipasi politik takyat itu semu karena sebagian besar hak suara mereka telah dibeli. Dalam banyak fakta negeri ini juga miskin keamanan dan kebebasan dalam hidup rukun berdampingan dan miskin keadilan dan kepastian hukum dalam setiap penyelenggaraan Pemilu. 
Pada saat rakyat masih "miskin ekonomi dan miskin kesadaran politik", bukanlah hal yang ideal untuk diajak berdemokrasi apalagi ditengah karut-marutnya penegakan hukum, maka dalam situasi seperti ini mustahil tujuan negara Indonesia dapat dicapai dengan baik oleh mereka yang memegang kekuasaan, lebih jauh lagi mustahil demokrasi dan pemilu berjalan mulus tanpa ada kecurangan.
Dalam situasi seperti ini pembangunan cenderung berdampak sebaliknya yaitu membuat rakyat semakin miskin, terjadinya kerusaknya system dan prilaku sosial, rusaknya lingkungan hidup serta merajalelanya budaya korupsi yang semakin sulit dicegah. Bukankah fakta yang ada, dimana Indonesia dikenal sebagai sebuah negara dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, namun rakyatnya miskin ditengah-tengah kekayaan alamnya karena "semua" potensi Sumber Daya Alam Indonesia telah dikelola dan dikuasai oleh perusahaan-perusahaan (Pemodal) asing, akibatnya seluruh yang menguasai hajat hidup rakyat Indonesia ada di tangan bangsa asing dan pada gilirannya kita akan dan/atau telah menjadi kacung dan budak di negeri sendiri. Ironis bukan !!

syarat - syarat perkawinan dalam hukum indonesia

syarat-syarat perkawinan dalam hukum indonesia

Bab : Hukum Keluarga
Syarat - syarat perkawinan dalam Hukum Indonesia

Oleh ; Advokat Rio Rizal Piliang, S.H ,. M.H , Anggota PERADI Pekanbaru-Riau

- Hukum perkawinan di Indonesia  yang berlaku saat ini adalah Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (UUP).

- Menurut UUP, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk membentuk Keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

- Syarat Pertama : Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

- Syarat Kedua : pihak pria harus sudah mencapai umur 19 tahun, sedangkan pihak wanita harus sudah mencapai umur 16 tahun.

- syarat ketiga : setiap orang yang belum mencapai 21 tahun dapat melangsungkan perkawinan jika Pengadilan telah memberikan izin berdasarkan permintaan orang yang bersangkutan. Jika tidak mendapat izin dari Pengadilan, makan perkawinan harus mendapat izin dari orang tua atau walinya.

- Syarat Keempat : Bagi yang beragama Islam, ada calon istri, calon suami, wali nikah, dua orang saksi, ijab dan Kabul.
Salam & Terima Kasih

VERZET DAN VERSTEK

VERZET DAN VERSTEK


Verzet adalah upaya hukum perlawanan yang dapat digunakan oleh Tergugat terhadap putusan verstek. Verzet bisa dipergunakan oleh Tergugat yang dihukum dengan verstek melalui cara-cara yang telah diatur Undang-Undang. Asas-asas untuk menentukan tenggang waktu verzet adalah sebagai berikut :


  1. Tergugat/Para Tergugat berhak mengajukan verzet atau perlawanan dalam waktu 14 hari terhitung setelah tanggal pemberitahuan putusan verstek itu kepada Tergugat semula jika pemberitahuan tersebut langsung disampaikan sendiri kepada yang bersangkutan. (Pasal 391 HIR/Pasal 719 RBg. 
  2. Dalam menghitung tenggang waktu dimulai tanggal hari berikutnya. (Pasal 129 HIR/153 R.Bg) Dalam Pasal tersebut ada kata-kata langsung disampaikan kepada yang bersangkutan, karena apabila pemberitahuan itu tidak langsung disampaikan kepada Tergugat, misalnya melalui Lurah atau Kepala Desa, ada kemungkinan pemberitahuan itu tidak sampai kepada Tergugat, dengan tidak sampainya pemberitahuan isi putusan kepada Tergugat, maka hal-hal yang terkait dengan pelakasanaan isi putusan baik berupa pengosongan suatu tempat atau pemenuhan terhadap suatu prestasi tertentu tidak akan dilaksanakan oleh Tergugat. 
  3. Terhadap kondisi seperti tersebut di atas, maka prosedur penyelesaiannya adalah sebagaimana akan dijelaskan. Apabila tenggang waktu 14 hari telah lampau, maka putusan tersebut langsung memperoleh kekuatan hukum tetap dan pada putusan tersebut melekat kekuatan eksekutorial yang absolut.


Lawyers
RIO RIZAL PILIANG, S.H,. M.H
jl. Merpati no. 19 Tangkerang Timur Kec. Tenayan Raya Pekanbaru - Riau
jl.Gatot Subroto Kompleks Perkantoran Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Gedung Manggala Wanabakti Blok 4, Lantai 5 Wing B, Ruang 512.1.B Jakarta Pusat - Disamping Kantor DPR-RI .  

Minggu, 26 Agustus 2018

TKP




Diskusi bersama Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH , MSc

DISKUSI BERSAMA BAPAK YUSRIL IHZA MAHENDRA



HOLIDAY

Holiday with my friends to sirandah island
















agenda sidang

RUTINITAS AGENDA SIDANG KANTOR HUKUM RIO RIZAL PILIANG SH,. MH








IKADIN


KEBERSAMAAN KAMI DI IKADIN
 








BUNG HERCULES

BERDISKUSI BERSAMA BUNG HERCULES 💪 💪👏

RAKERNAS IKADIN DIBANDUNG DAN KADIN PROVINSI RIAU


KADIN PROVINSI RIAU










RAKERNAS IKADIN DI BANDUNG







sidang lapangan

Sidang lapangan rengat PT. Riau Bara harum








WISUDAN PASCA SARJANA S2 UNILAK 2015

Wisuda pasca sarjana S2 Fakultas hukum
universitas Lancar kuning angkatan 1 tahun 2015




penyumpahan calon advokat tahun 2018 
di pangeran hotel pekanbaru


bintang dan gilang putri dan putra saya

Kamis, 16 Agustus 2018

FORUM DISCUSSION "DASAR HUKUM PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR" BERSAMA PT ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE CABANG RENGAT





logo ikadin dan peradi



kasasi terhadap putusan bebas murni



Bahwa memang semua putusan Pengadilan, khususnya dalam peradilan pidana terhadap pihak-pihak yang tidak puas dapat dilakukan upaya hukum, baik itu upaya hukum biasa berupa Banding dan Kasasi, maupun upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (Herziening) sebagaimana diatur di dalam Bab XVII dan Bab XVIII UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP. Namun khusus untuk putusan bebas dalam pengertian “Bebas Murni” yang telah diputuskan oleh judexfactie sesungguhnya tidak dapat dilakukan upaya hukum, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa. Ketentuan ini ditegaskan di dalam pasal 244 KUHAP, yang berbunyi “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.”

Namun dalam praktiknya Jaksa/Penuntut Umum selalu tidak mengindahkan ketentuan ini, hampir semua putusan bebas (bebas murni) oleh Penuntut Umum tetap dimajukan kasasi. Jika dicermati sebenarnya di dalam pasal 244 KUHAP tidak membedakan apakan putusan bebas tersebut murni atau tidak, yang ada hanya “Putusan Bebas”. Tapi dalam praktiknya telah dilakukan dikotomi, yaitu putusan bebas murni atau bebas tidak murni.

Adapun tentang alasan Jaksa/Penuntut Umum yang tetap mengajukan kasasi terhadap putusan bebas murni selalu mengambil berdalih, antara lain : 1) Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi (Judexfactie) telah salah menerapkan hukum pembuktian sebagaimana dimaksud dalam pasal 185 ayat (3) dan ayat (6) KUHAP ; 2) Cara mengadili yang dilakukan Judexfactie tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang ; 3) Putusan Judexfactie bukan merupakan putusan bebas murni (vrijspraak), melainkan putusan “bebas tidak murni”.

Sedangkan dalil hukum yang digunakan Jaksa/Penuntut Umum dalam memajukan kasasi terhadap putusan bebas adalah selalu sama yaitu mengacu pada Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP KUHAP) yang di dalam butir ke-19 TPP KUHAP tersebut ada menerangkan, “ Terdahadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding; tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Hal ini didasarkan yurisprudensi ”. Intinya TPP KUHAP ini menegaskan perlunya Yurisprudensi yang dijadikan rujukan atau referensi untuk mengajukan kasasi terhadap putusan bebas.

Secara hukum dapat dipastikan TPP KUHAP dan Yurisprudensi tidak cukup kuat atau tidak dapat dijadikan dalil hukum bagi Jaksa/Penuntut Umum untuk melakukan kasasi terhadap putusan bebas sebagaimana dimaksud di dalam pasal 244 KUHAP, karena TPP KUHAP yang merupakan produk Keputusan Menteri Kehakiman dan Putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap (Yurisprudensi) bukan merupakan sumber tertib hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam TAP MPR RI No. III tahun 2000 telah menetapkan Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan sebagai Sumber Tertib Hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu : 1) UUD 1945 ; 2) Ketetapan MPR RI ; 3) Undang-undang ; 4).Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (perpu) ; 5).Peraturan Pemerintah ; 6) Keputusan Presiden yang Bersifat Mengatur ; dan 7). Peradturan daerah ;.Yurisprudensi dalam putusan bebas tidak dapat dijadikan dalil hukum oleh Jaksa/Penuntut Umum, apalagi jika mengingat banyaknya Hakim di dalam memutuskan suatu perkara menganut asas “opportunity” yang pada gilirannya mengakibatkan tidak tegasnya apakah yurisprudensi dapat menjadi sumber hukum atau tidak.

Dimana hal ini terjadi dikarenakan di satu sisi mereka (Hakim) dalam memutus perkara mengikuti aliran Legisme, dengan alasan tidak boleh menyimpang dari apa yang diatur oleh Undang-undang, namun di lain sisi mereka mengikuti Aliran “Rechtsvinding” dengan alasan menyelaraskan Undang-undang dengan tuntutan zaman. Bahkan tidak jarang terjadi di dalam praktiknya asas “opportunity” melahirkan kecenderungan didasarkan pada kepentingan pribadi dari Hakim yang bersangkutan, sehingga sudah saatnya kedudukan “Yurisprudensi” harus ditertibkan kepada tujuannya semula yaitu, Yurisprudensi hanya dapat dijadikan referensi dan berguna untuk mengisi kekosongan hukum ketika dalam suatu perkara atau upaya hukum belum ada aturan hukum atau Peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengaturnya. Tegasnya dalil hukum yang dijadikan dasar oleh penuntut umum untuk selalu memajukan kasasi terhadap “putusan bebas”, di samping bertentang dengan TAP MPR RI No.III tahun 2000 tentang Tertib Hukum yang berlaku di Indonesia, juga bertentang dengan Asas Hukum Universal yaitu, Lex superior derogat legi inferiori (asas yang menegaskan bahwa hukum yang lebih tinggi kedudukannya mengesampingkan hukum yang lebih rendah kududukannya )

 IPSC ( IKADIN PEKANBARU SHOOTING CLUB )  LATIHAN  MENEMBAK